Medan – Berikut adalah risensi dari novel Kembara Rindu karya Risensi Habiburrahman El Shirazy tahun terbit 2019.
Risensi Novel Kembara Rindu Karya Habiburrahman El Shirazy
“Jika sebuah anak panah tidak dilepaskan dari busurnya, maka ia tidak akan pernah sampai pada tujuannya. Hal yang sama berlaku untuk manusia; jika mereka tak berani merantau demi mencari ilmu pengetahuan, maka kesuksesan tidak akan pernah mereka raih” (hal 66).
Belajar adalah kewajiban bagi setiap muslim. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan memasuki pesantren yang akan memberikan pendidikan agama dan moral kepada para siswanya. Dengan belajar di pesantren, anak-anak bangsa dapat menjadikan diri mereka lebih disiplin, bertanggung jawab dan lainnya. Ini adalah cara efektif untuk menghasilkan generasi bangsa yang berpendidikan dan berakhlak baik.
Apa yang menarik dari buku terbaru karya Habiburrahman El Shirazy ini adalah materi tentang keutamaan menuntut ilmu yang dihadirkannya melalui banyak masalah yang tajam. Kisah-kisahnya akan membuat kita belajar tentang arti rindu dan kemuliaan merantau dari desa. Pada salah satu syair, “Alala Tanalul Ilmu . . .” dijelaskan bahwa perjalanan atau merantau akan memberikan lima hal berharga; menghilangkan kesusahan, menambah rezeki, menambah ilmu, memperbaiki akhlak dan mendapat teman-teman yang baik.
Setelah sekian lama menjadi asisten Kyai Nawir di Pesantren Sidawangi, Cirebon, Ridho akhirnya dipersilakan untuk pulang ke Way Meranti, Liwa, Lampung. Meski sedih karena harus berpisah dengan gurunya, Ridho menerima perintah itu dengan ikhlas. Dia juga mempersiapkan Diana, putri bungsu Kyai Nawir yang akan melanjutkan sekolah di Bandar Lampung dan menemani mereka semua dalam perjalanan pulang.
Di sisi lain, Syifa tengah menunggu kepulangan kakak sepupunya, Ridho. Berbagai kondisi yang tidak terduga telah membuatnya berani mengirim surat kepada kakak sepupunya untuk segera pulang. Meskipun demikian, Kakek Jirun pernah berkata bahwa Ridho hanya boleh pulang jika diberi arahan oleh Kyai Nawir.
Novel dwilog ini telah menjelaskan berbagai masalah yang membuat ceritanya semakin menarik. Kisah-kisahnya mengeksplorasi tema-tema seperti cinta, luka di masa silam, kesalahpahaman dan warisan. Kisah masa lalu Syifa berhubungan erat dengan keluarga Lina, bagaimana Syifa berkompetisi untuk mengejar ketertinggalannya dan usaha Ridho untuk melindungi keluarganya dikemas secara apik hingga membuat pembaca penasaran.
Melalui novel ini, kita dapat menikmati sentuhan cerita yang memukau dan menarik, serta pelajaran-pelajaran penting yang bisa diambil. Seperti misalnya upaya dan kegigihan Ridho dan Syifa untuk mencari nafkah agar mereka bisa hidup. Kisah mereka mengajarkan berbagai nilai seperti pentingnya pendidikan, hikmah dibalik cobaan, serta jangan pernah mudah putus asa karena Allah Maha Adil.
“Mari kita tetap berharap pada rahmat Allah. Marilah kita menjaga etika dan sopan santun kita kepada Allah. Ketika ada orang yang mencelanya, lebih baik jangan membalasnya. Biarkanlah Allah yang menangani masalah tersebut.” (hal 215).
Meskipun novel ini tetap menarik untuk dibaca, sayangnya masih ada beberapa kesalahan tulis yang ditemukan. Selain itu, di beberapa bagian saya merasa bahwa novel ini terasa monoton. Namun, meskipun kelemahannya, novel ini tetap menyelipkan hikmah yang membuat jiwaku selalu tergugah. Benar-benar sejuk dan menenangkan.
Untuk mencapai kesuksesan, adalah penting untuk memiliki integritas tinggi. Selain itu, bersedekah juga sangat penting. “Percayalah,” demikian sabda-Nya, “jika Anda bersedekah saja besar pahalanya, serta tidak berkurang harta yang disedekahkan, maka kerelaan melepas harta untuk dibagi secara adil dengan syariat Allah akan memberi pahala yang lebih besar daripada bersedekah” (hal 227).