Piagam Surabaya: Menolak Politik Identitas dan Mendorong Kesetaraan Agama

oleh -479 Dilihat
oleh

Medan, Rizk News – Konferensi Internasional Tahunan Studi Islam (AICIS) ke-22 yang diadakan di UIN Sunan Ampel Surabaya telah menghasilkan Piagam Surabaya atau yang dikenal dengan sebutan Surabaya Charter. Terdapat enam rumusan dalam Piagam Surabaya, salah satunya menekankan penolakan terhadap politik identitas.

AICIS berlangsung sejak tanggal 2 Mei 2023 di UIN Sunan Ampel Surabaya. Acara ini dibuka oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas dan ditutup oleh Wamenag Zainut Tauhid Sa’adi. Konferensi ini dihadiri oleh para akademisi dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Terdapat 180 makalah yang dipilih untuk dipresentasikan dalam 48 sesi paralel. Tema yang diangkat pada tahun ini adalah “Rekontekstualisasi Fikih untuk Kesetaraan Kemanusiaan dan Perdamaian Berkelanjutan”.

Selain melibatkan pakar fikih dari kalangan pesantren, konferensi ini juga mengundang cendekiawan Muslim internasional sebagai pembicara. Beberapa di antaranya adalah Dr. (HC) KH Yahya Cholil Staquf (Indonesia), Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA (Indonesia), Prof. Abdullahi Ahmed An Na’im (Amerika Serikat), Prof. Dr. Usamah Al-Sayyid Al Azhary (Universitas Al Azhar di Mesir), Muhammad Al Marakiby, PhD (Mesir), Dr. Muhammad Nahe’i, MA (Indonesia), Prof. Dr. Rahimin Affandi Bin Abdul Rahim (Malaysia), Prof. Mashood A. Baderin (Inggris), Dr. (HC) KH Afifuddin Muhajir (Indonesia), Prof. Dr. Şadi Eren (Turki), Prof. Tim Lindsey, PhD (Australia), Prof. Dr. Mohd Roslan Bin Mohd Nor (Malaysia), dan Ning Allisa Qotrunnada Wahid (Indonesia).

Rumusan Piagam Surabaya dibacakan oleh Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Ahmad Muzakki, pada acara penutupan AICIS 2023 di Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya. Saat pembacaan rekomendasi dalam Piagam Surabaya, Ahmad Muzakki didampingi oleh Prof. Dr. Mohd Roslan Bin Mohd Nor dari Malaysia, Prof. Eka Sri Mulyani (Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh), dan pembicara asing lainnya.

Ahmad Muzakki dengan tegas menyatakan, “Kami menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, terutama yang berbasis agama, harus ditolak dengan tegas.” Selanjutnya, ia membacakan rekomendasi berikutnya, yaitu, “Memelihara keberagaman dalam kehidupan bersama yang toleran dan damai, dengan menerapkan prinsip moderasi, kesetaraan, dan keadilan beragama.”

Rektor UIN Sunan Ampel, Ahmad Muzakki, menjelaskan bahwa Piagam Surabaya bertujuan untuk menjawab tiga hal. Pertama, bagaimana agama dalam dunia yang terus berubah dengan cepat dapat berkontribusi dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan? Kedua, bagaimana fikih dapat menjadi dasar bagi peradaban manusia yang menempatkan manusia pada posisi yang setara satu sama lain? Ketiga, bagaimana fikih harus menjadi sumber dari hubungan dan koeksistensi antaragama yang toleran dan damai?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut diwujudkan dalam enam rekomendasi dalam Piagam Surabaya, yaitu:

Pertama, merekontekstualisasi semua doktrin dan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan prinsip martabat manusia, perdamaian, dan keadilan.

Kedua, menjadikan maqashid al-syariah (tujuan tertinggi hukum Islam) sebagai prinsip penuntun dalam mereformulasi fikih.

Ketiga, mendefinisikan ulang definisi, tujuan, dan ruang lingkup fikih berdasarkan integrasi pengetahuan Islam, ilmu sosial, dan hak asasi manusia guna mengatasi masalah-masalah kontemporer.

Keempat, menafsir ulang semua doktrin fikih yang mengkategorikan dan mendiskriminasi manusia berdasarkan agama atau etnis, seperti konsep kafir dzimmi dan kafir, serta menghapus pandangan bahwa non-Muslim dianggap tidak setara dan warga negara kedua.

Kelima, menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, terutama yang berbasis agama, harus ditolak dengan tegas.

Keenam, memelihara keberagaman dalam kehidupan bersama yang toleran dan damai, dengan menerapkan prinsip moderasi, kesetaraan, dan keadilan beragama.

Untuk mengimplementasikan fikih sebagai sumber peradaban manusia, diperlukan kesadaran bahwa seluruh manusia adalah mitra yang setara, bernilai, dan aktif, bukan objek yang pasif. Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya menekankan bahwa semua pemimpin agama dan ulama memiliki tanggung jawab untuk menjadikan agama sebagai sarana untuk kemanusiaan dan perdamaian.

Piagam Surabaya merupakan hasil kolaborasi dan diskusi antara para akademisi, cendekiawan, dan pemimpin agama dari berbagai negara. Dalam konteks Indonesia, Piagam Surabaya menjadi tonggak penting dalam menyuarakan penolakan terhadap politik identitas yang dapat memecah belah dan mengancam keberagaman masyarakat.

Dengan adanya Piagam Surabaya, diharapkan akan terjadi perubahan paradigma dalam pemahaman dan praktik agama, menuju kepada perspektif yang lebih inklusif, toleran, dan berorientasi pada perdamaian. Hal ini merupakan langkah penting dalam menghadapi tantangan global serta membangun masyarakat yang harmonis dan saling menghormati dalam keragaman agama dan budaya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.