Komunitas Dawoodi Bohra di Dubai: Mengintegrasikan Praktik Makan Sadar dan Kehidupan Tanpa Limbah dalam Kehidupan Sehari-hari

oleh -9 Dilihat
oleh
Komunitas Dawoodi Bohra di Dubai
Rizk News – Di tengah kesibukan dan gaya hidup modern, tantangan limbah makanan semakin mengkhawatirkan. Namun, komunitas Dawoodi Bohra di Dubai menunjukkan bahwa ada solusi yang telah teruji oleh waktu.
Dalam praktik sehari-hari mereka, mereka telah mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang menjunjung tinggi kesadaran akan makanan, menciptakan kehidupan tanpa limbah yang dapat menjadi teladan bagi banyak orang.

Tasneem Rangoonwala, seorang ibu rumah tangga yang berasal dari Mumbai, menggambarkan peranannya di dapur dengan penuh tanggung jawab.

“Sebagai seorang ibu rumah tangga, saya memahami kebutuhan keluarga saya, dan karena itu saya memiliki metode memasak yang sangat terkontrol,” ujarnya.

Saat keluarga berkumpul untuk makan malam di sebuah piring besar bernama thal, mereka menerapkan aturan yang tak terucap: tidak ada yang boleh mengambil lebih dari yang bisa dimakan, dan tidak ada piring yang dibiarkan tidak selesai.

Ini bukan sekadar etika makan, melainkan cerminan dari cara hidup yang telah mendarah daging dalam keluarga mereka.

Komunitas Dawoodi Bohra, yang terdiri dari lebih dari satu juta anggota di seluruh dunia, dikenal karena praktik hidup mereka yang berkelanjutan dan rasa hormat yang tinggi terhadap makanan.

Mereka tidak hanya mengurangi limbah makanan sebagai respon terhadap tren lingkungan, tetapi sebagai bagian dari keyakinan dan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Kinana Jamaluddin, perwakilan UAE dari Sultan al Bohra Syedna Mufaddal Saifuddin, menegaskan bahwa “kami selalu diajarkan bahwa jika Anda membuang satu butir, butir itu tidak akan datang kepada Anda besok.” Hal ini menunjukkan betapa pentingnya setiap butir makanan bagi mereka.

Tradisi makan bersama dalam keluarga juga menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari mereka. Jamaluddin menambahkan bahwa saat makan bersama, keluarga dari kakek-nenek hingga anak-anak berkumpul untuk berbagi makanan dan menjalin komunikasi.

“Ini menjadi acara sosial di mana kami meluangkan waktu untuk saling mengenal. Kami berbagi makanan dan ide pada saat yang sama,” jelasnya.

Konsep ini menciptakan keakraban dan rasa kebersamaan yang kuat di dalam komunitas.

Tidak hanya di rumah, nilai-nilai ini juga diterapkan dalam acara besar yang melibatkan banyak orang. Menegakkan kebijakan tanpa limbah di acara seperti itu bisa menjadi tantangan, namun komunitas ini telah melakukannya dengan baik.

Menurut Jamaluddin, RSVP (respon undangan) sangat penting dalam pertemuan komunitas mereka untuk melacak jumlah makanan yang diperlukan.

“Katering mengontrol jumlah makanan yang disajikan, kadang-kadang hingga menghitung kalori,” tambahnya.

Hal ini memastikan bahwa tidak ada makanan yang terbuang, dan ketika seseorang ingin lebih, mereka bisa mengambilnya, tetapi harus memastikan bahwa makanan tersebut selesai.

Prestasi luar biasa komunitas ini dalam mengelola limbah makanan bahkan diakui oleh Golden Book of World Records pada tahun 2018, ketika mereka menyelenggarakan acara keagamaan tanpa limbah terbesar di Indore yang dihadiri sekitar 150.000 orang.

Dengan lebih dari 9.000 relawan di seluruh dunia, komite Dana mereka berperan aktif dalam mengawasi dan mengontrol porsi makanan serta memberikan pengingat kepada peserta untuk menjaga kesadaran tentang konsumsi makanan.

Budaya menghargai makanan juga tercermin dalam masakan sehari-hari mereka. Chikoli, hidangan satu panci yang terbuat dari yogurt atau buttermilk sisa, menjadi contoh bagaimana keluarga Bohra memanfaatkan setiap bahan yang ada.

“Kami selalu menyimpan sisa makanan dengan hati-hati dan menggunakannya kembali,” ungkap Rangoonwala.

Dengan cara ini, mereka tidak hanya mencegah pemborosan tetapi juga menciptakan hidangan lezat yang penuh kreativitas.

Kesadaran ini juga ditularkan kepada generasi muda. Sharrah Kapadia, seorang anggota komunitas, mengungkapkan bahwa ia mengajarkan anak-anaknya untuk berbicara tentang makanan yang akan mereka konsumsi.

“Saya bertanya kepada mereka apakah mereka makan nasi untuk makan malam, dan jika tidak, saya tidak akan memasaknya,” jelasnya.

Dengan cara ini, anak-anak belajar untuk lebih sadar tentang makanan yang mereka konsumsi dan menghindari pemborosan.

Komunitas Dawoodi Bohra menunjukkan bahwa integrasi nilai-nilai tradisional dan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dapat menciptakan gaya hidup yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Mereka membuktikan bahwa dengan kesadaran yang tinggi dan praktik yang teratur, mengurangi limbah makanan tidak hanya mungkin dilakukan, tetapi juga bisa menjadi bagian integral dari identitas mereka.

Dengan contoh ini, kita semua bisa belajar untuk lebih menghargai makanan dan mengelola sumber daya dengan bijak demi masa depan yang lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.